Akhirnya virus ASF yang menyerang babi-babi peliharaan telah masuk ke kompleks rumah kami. Bapak masih tetap mengusahakan agar babinya bisa memiliki gairah hidup kembali. Namun wabah tidak bisa dilawan. Meski langkah antisipasi sudah dilakukan dengan pembersihan yang rutin juga pemberitan obat.
Babi milik tetangga beberapa ratus meter pun sudah lebih dahulu kena. Bahkan sebelumnya di area lain seperti di Aeramo beratus-ratus mati. Saya lupa angka tepatnya. Menyedihkan. Sudah memberi makan tiap hari lalu pergi begitu saja. Modalnya lumayan baik uang untuk pembelian dedak dan kangkung juga tenaga. Kami termasuk beruntung karena sebelumnya babi yang masih baik kami potong untuk perayaan Natal.
Babi di daerah Nusa Tenggara Timur menjadi ternak andalan yang menjadi salah satu sumber pendapatan di samping bertani atau berkantor. Saya ingat pesan kakek saya sebelum meninggal. Saya masih duduk di bangku SMA waktu itu.
“ kema kantor sama emba, tetap tau ne’e wesi wawi toni djawa “
“ Bekerja apapun biar di kantor, tetap harus ada sampingan kasih makan babi dan tanam jagung di pekarangan.”
Mama saya pun bilang jangan kosong di rumah. Harus ada peliharaan. Itu semacam tabungan. Kalau butuh bisa untuk kebutuhan biaya sekolah atau urusan-urusan hukum adat. Sudah terbukti karena beberapa kali babi peliharaan mama saya pernah dijual untuk tambahan biaya registrasi semesteran kuliah atau biaya perjalanan untuk menghadiri wisuda saya dahulu dan baru-baru ini adik saya.
Sudah dua babi mati di rumah. Saya mungkin kurang resah karena memang jarang kasih makan babi. Let it go karena memang wabah dan menimpa banyak keluarga di NTT. Namun saya tahu betapa penting untuk selalu punya peliharaan di rumah biar satu dua ekor. Semoga wabah virus ini cepat berhenti.
No comments:
Post a Comment