Pertemuan saya dengan kelompok tenun Batu Kodok masih terbilang baru. Bulan Desember, ketika salah satu kolega (salah satu dosen UI, pembimbing teman-teman mahasiswa) berkunjung untuk survey tempat atau lokasi pengabdian masyarakat.
Kelompok tenun menjadi salah satu fokus kunjungan, untuk belajar, berbagi dan sharing.
Waktu itu kami pergi berdua karena pak Kasih (Yayasan Sao Mere-partner kampus dan Flotista UI) sedang sibuk di kebun irigasis tetes. Satu hari sebelumnya mereka sudah mengadakan FGD dengan perangkat desa.
Ada sekitar 4 mama-mama anggota kelompok tenun saat itu. Dua sedang menenun. Mama Tres salah satunya. Beliau menceritakan mengenai kegiatan sehari-hari di kelompok tenun dan bagaimana mereka baru memulai kegiatan secara berkelompok untuk menenun dengan menggunakan pewarna alami. Mereka senang mendapat dukungan dari berbagai kalangan.
"Susah sekali awal-awal karena prosesnya lama. Yah tapi kita mau yang alami juga jadi biar lama kami puas. Ada yang bagian warna, ada yang bagian tenun. "
Mama Tres menjadi ketua kelompok tenun untuk kira-kira 20 KK. Dalam kunjungan pertama, masih tempat seadanya di depan dapur.
Dari kunjungan tersebut, ada beberapa masukan yang kami berikan. Salah satunya jika lebih baik sanggar memiliki nama yang lebih unik dan punya arti mendalam juga punya brosur yang bisa dibaca pengunjung.
No comments:
Post a Comment